Serba-Serbi Bisnis Furniture
Untuk memulai sebuah bisnis furnitur biasanya didasari oleh ketertarikan akan banyaknya bahan baku seperti kayu jati dan kayu sono keling yang ada di sekitar kita. Paling tidak, hal inilah yang dialami oleh salah seorang anggota milis Dunia Wirausaha yang kebetulan mempunyai kebun yang sudah ditanami kayu jati kurang lebih 1500 pohon dan akan siap olah (untuk dijadikan furniture) dalam waktu lima tahun.
Apa saja yang kira-kira dibutuhkan oleh calon pengusaha furniture? Inilah yang akan dibahas pada artikel kali ini mengenai serba serbi bisnis furniture.
Sebagai pemula, mungkin inilah pertanyaan-pertanyaan pertama yang akan tersirat:
Apa saja peralatan yang dibutuhkan untuk membuat furniture dengan hasil akhir kualitas yang baik atau untuk ekspor? Dimana peralatan tersebut bisa didapatkan?
Berapa karyawan pokok yang diperlukan untuk membuat furniture dari proses awal sampai jadi?
Bagaimana prospek dari usaha ini?
Berapa modal awal sampai usaha itu bisa menghidupi dirinya?
Apakah perlu showroom atau galeri?
Apa saja kendala yang dihadapi?
Bagaimana masalah jarak akan mempengaruhi cost seperti sewa tempat, transportasi, pengawasan, dll.
Beberapa pertanyaan diatas terjawab dari hasil diskusi dan masukan para anggota milis Dunia Wirausaha mengenai bisnis furniture, berikut ini:
Jeli Melihat Peluang
Melihat perekonomian sekitar lingkungan rumah kita adalah hal pertama yang bisa kita lakukan. Misalnya saja, dengan memperhatikan bahwa ternyata perekonomian warga sekitar cenderung meningkat sehingga membuka peluang adanya calon-calon konsumen yang sanggup membeli produk furniture yang akan diproduksi.
Hal utama yang harus diperhatikan dalam memulai bisnis ini adalah harus menemukan pasarnya terlebih dulu. Karena, model, kualitas dan gaya akan sangat tergantung pada pasar yang dituju.
Target market misalnya bisa dibagi:
Individu : dalam & luar negeri.
Hotel, restoran, kafe, kantor, dll.
Galeri/showroom yang sudah ada.
Showroom milik sendiri kemungkinan besar tidak perlu, kalau memang tujuan produksi adalah untuk diekspor. Importir biasanya lebih tertarik melihat display workshop dibanding showroom. Pembeli datang dan menentukan model, warna, kualitas dan kuantitas. Sehingga kita tinggal mengerjakan sesuai order tersebut.
Tempat/Lokasi:
Memakai yang sudah ada, misalnya rumah sendiri. Sehingga tidak ada biaya sewa tempat.
Apabila menempati lahan di kota tentunya ada biaya sewa dan tenaga kerja yang lebih mahal. Sebaliknya, dengan tetap menempati desa, sewa lahan tenaga kerja lebih murah, namun akan ada tambahan cost promosi ke kota dan juga transportasi.
Adanya galeri yang terdapat di daerah pedesaan biasanya bisa menjadi daya tarik untuk para calon pembeli dari luar negeri walaupun seperti yang disebutkan diatas, transportasi dan jarak juga ikut memberi andil.
Secara umum, memulai bisnis ini memerlukan
Galeri ( atau show room) sebagai tempat memajang produk-produk.
Pabrik sederhana yang terdiri dari beberapa mesin : mesin serut, mesin gergaji, dll.
Gudang sebagia penyimpanan bahan mentah (kayu, dll), bahan finishing (cat-cat, pernis-pernis,amplas,dll), mata bor, mata gergaji, dll.
Ruang kantor.
Penawaran:
Bisa dari beberapa hal:
Buat terlebih dulu satu atau contoh furniture lalu ditawarkan pada warga sekitar. Sebaiknya memulai bisnis ini tidak dilakukan sendirian, bisa meminta bantuan saudara atau tetangga yang sudah ahli pertukangan kayu. Mereka ini yang diberi modal untuk pembuatan prototipe sebanyak satu atau dua buah atau dipan.
Pajang didepan rumah atau tawarkan ke warga sekitar atau bahkan pada showroom yang sudah ada di kota terdekat.
Difoto untuk kemudian ditawarkan melalui email atau website sederhana.
Disain dan Kualitas
Competitive advantage-nya meliputi :
Kualitas kayu (misalnya sudah di oven atau belum).
Kehalusan pengerjaannya (tidak boleh asal jadi).
Tepat waktu dalam menyelesaikan sebuah order.
Kejujuran pemilik, misalnya: jangan lakukan finishing pada produk setengah jadi sebelum buyer melihatnya.
Beberapa kasus yang pernah terjadi:
banyak perusahaan furniture menipu dengan cara melakukan finishing pada produk sehingga kurang fair. Misalnya, kursi dicat warna merah atau hitam sehingga menutupi kualitas kayu yang sebetulnya jelek.
Dari segi disain bisa meniru dari berbagai majalah atau dengan rajin berjalan-jalan ke daerah furniture terkenal seperti Jepara misalnya.
Untuk disain dan kualitas nampaknya memang tukang kayu dan sang disainer merupakan hal yang vital disamping marketing tentunya. Penting juga untuk selalu bertukar pikiran dengan tukang kayu berkaitan dengan masalah jenis kayu yang akan digunakan agar sesuai dengan disain yang dikehendaki.
Seorang anggota milis DW memberi masukan tentang pembagian secara umum yang berkaitan dnegan disain:
Disain antik
Disain minimalis
Antisipasi Resiko Yang Mungkin Terjadi:
Buatlah setiap transaksi dalam bentuk kontrak atau dalam bentuk Surat Perintah Kerja yg dikeluarkan atau diterbitkan oleh pihak buyer (penandatangan haruslah orang yg berwenang).
Kontrak juga harus mencantumkan masalah DP dan pelunasana sebelum, saat dan sesudah produk dikerjakan sampai selesai.
Siapkan surat jalan, kwitansi dan tanda terima.
Setiap disain yang disetujui harus ditandatangani oleh kedua belah pihak.. Jadi sebelum produk itu dibuat, haruslah ada gambar dan spesifikasinya sehingga bekerja berdasarkan spesifiksi tersebut.
Salah satu resiko paling besar adalah saat produk dalam perjalanan (delivery), produk bisa pecah atau hancur. Oleh karena itu packing yang baik juga sangat menentukan. Untuk meminimalkan resiko, bisa saja kontrak menyebutkan bahwa barang diambil sendiri di gudang pemilik.
Masalah internal perusahaan (kejujuran pegawai, pemakaian bahan yg efisien dan efektif, dll).
Quote dari salah seorang anggota milis DW:
"Hermawan Kertajaya mengatakan bahwa marketing adalah 'deal with the market'. Jadi bukan karena produk anda bagus dan berkualitas, tapi apakah pasar memang membutuhkannya atau tidak. So, let's deal with the market."
Labels: Bisnis Lain Lain